*Magnify*
SPONSORED LINKS
Printed from https://www.writing.com/main/view_item/item_id/2106470-Kejutan-Tak-Terduga
Printer Friendly Page Tell A Friend
No ratings.
Rated: E · Short Story · Teen · #2106470
go easy bro, iseng iseng ajaa

Kejutan Tak Terduga

Cerita ini tentang kisah anak laki laki yang duduk di bangku SMA, namanya Fino. Hari harinya berjalan seperti biasa. Bangun pagi, bersiap untuk berangkat sekolah, belajar, bermain, dan bergaul. Fino bukanlah tipe laki laki yang suka dengan dunia luar, melainkan dia menyukai hal hal yang tidak terlalu melibatkan banyak orang. Seperti membaca novel, mengarang lagu, dan bermain gitar. Fino tidak terlalu suka banyak berolahraga. Olahraga yang hanya ia sukai yaitu berenang, basket, dan karate. Fino juga kurang suka belajar, sehingga nilainya sering pas pasan.

Suatu hari kelas Fino dipindah ke ruangan lain. Lingkungan kelas yang baru sangat berbeda dengan lingkungan kelas yang lama. Yang biasanya dipayungi oleh pepohonan hijau yang rindang, sekarang kelasnya sejajar dengan pucuk pohon, yaitu di lantai dua. Banyak yang berubah, mulai dari meja belajar yang masih baru, isi kelas, suasana, dan kelas tetangganya pun berubah. Di sana lah Fino untuk pertama kali melihat gadis cantik yang sedang mencuci tangannya. Munculah rasa penasaran di hati Fino mengenai siapa gadis itu? Dari kelas mana dia? Sayangnya Fino tidak punya banyak pengalaman mengenai wanita, mengingat ia sering menghabiskan waktunya sendiri atau dengan orang orang terdekatnya saja. Fino pun dilanda dilema. Apakah ia akan membiarkan rasa penasaran itu hilang? Atau apakah ia akan memberanikan diri dan menjadikan ini sebagai awal dari kisah kasihnya dih SMA?

Hari hari pun berlalu, namun rasa penasaran itu tetap menghantui Fino. Akhirnya Fino memutuskan untuk menceritakannya kepada Roni. Roni sudah cukup berpengalaman dalam masalah hati, sehingga ia memberi masukan dan saran untuk Fino.
Seraya mereka berdua asyik berbincang, Zoya dan Nina menghampiri mereka dan tidak sengaja mendengar sedikit tentang apa yang sedang dibicarakan Fino dan Roni. Zoya dan Nina penasaran memaksa Fino untuk cerita kepada mereka juga. Karena Roni, Zoya, dan

Nina adalah teman dekat Fino, maka Fino mengulang ceritanya untuk didengarkan oleh Zoya dan Nina."Emangnya siapa sih Fin orangnya?" Tanya Zoya. " Iya, keliatannya lo suka sama dia? Iya nggak, Ron?" kata Nina "iya nih Fin, masa cerita tapi gamau kasih tau nama, ayo dong penasaran nih!" kata Roni Fino menjawab " gue gak suka kok Nin sama orangnya... Cuma gue penasaran aja sama dia, abisnya ada yang beda aja gitu dari dia. Lagian Ron, gue juga belum tau kok siapa namanya.. nanti deh kalo orangnya lewat, gue kasih tau... siapa tau kalian tau namanya".

Semenjak Fino melihat perempuan itu, Fino terus berpikir cara agar bisa kenal dengannya, namun karena kurangnya pengalaman Fino, ia pun belum bisa menemukan cara untuk berkenalan dengan perempuan itu. Namun Fino tidak mudah menyerah, walaupun belum menemukan cara, ia tetap melakukan usaha agar bisa kenal dengannya.

Usaha pertama yang dilakukannya adalah dengan mencari tahu siapa nama perempuan itu. Teman demi teman ia tanyakan dengan nada santai agar tak terlihat rasa penasarannya. Akhirnya Fino mengetahui nama perempuan itu. Namanya Luna. Sejak itu Fino tak henti memikirkan nama tersebut.

Tak hanya sekedar mencari nama saja, usaha Fino selanjutnya adalah dengan sering sering pergi ke tempat kesukaan Luna, yaitu dikantin. Luna sering sekali mengerjakan tugasnya atau makan siang di kantin. Fino yang sering mengerjakan tugas dan makan siang di kelasnya, kini ia mencoba berpikir beda. Ia mendorong dirinya untuk melakukan hal yang tak biasa ia lakukan. Mengerjakan tugas di kantin dan makan siang disana demi bisa melihat Luna tiap hari dan demi mencari cari kesempatan untuk berkenalan disana, namun nampaknya kesempatan itu belum menemui Fino.

Perlahan Fino sering melamuni Luna. Fino juga sering sekali bersikap canggung saat tatapan matanya bertemu dengan tatapan mata Luna. Sering kali Fino memerhatikan Luna dari jauh dan tertangkap basah oleh mata Luna. Seperti saat upacara, saat di kantin, saat di depan kelas, dan pada saat jam pulang sekolah. Lama kelamaan, Luna tau bahwa Fino sering memerhatikannya diam diam, namun ia tetap bersikap biasa saat berpapasan dengan Fino. Beda dengan Fino yang selalu canggung saat berpapasan dengan Luna di sekolah.
Sesekali Fino ingin menceritakan semua perasaannya kepada teman dekatnya, namun dari yang sudah sudah ia tidak mendapat solusi melainkan tertawaan dari mereka.

Akhirnya akhir pekan datang juga. Waktu menunjukan pukul 7 Pagi. Suasana hari Sabtu yang cerah, burung berkicau, daun daun hijau masih basah karena embun pagi. Fino dibangunkan oleh ibunya dari tidur nyenyaknya. Ternyata ayah dan ibunya telah mengenakan jaket dan celana pendek siap untuk lari pagi. Ibunya pun menyuruh Fino untuk cepat cepat bersiap lari pagi bersama. Fino pun bergegas cuci muka, sikat gigi, dan mengenakan perlengkapan lari paginya.

Pagi hari yang sejuk. Dengan matahari pagi yang menyinari jalan, dan orang orang yang juga sedang berolahraga di pagi itu, menambah semangat Fino untuk berkeringat. 1 jam yang melelahkan sesudah olahraga pagi. Ayah Fino mengusul kan untuk sarapan bubur yang paling enak di komplek. "Bu, No, kita sarapan bubur yuk!" Fino dan Ibunya langsung menerima usul ayahnya dan mereka bertiga bergegas jalan ke tenda merah tempat bubur itu dijual. Keramaian disana pun menandakan bahwa bubur itu laku dan enak. Setelah dapat tempat duduk, mereka langsung memesan makanan. Sambil menunggu makanan datang,

Ayah dan ibu Fino asyik berbincang berdua, dikala itu fino berpikir kenapa tidak menceritakan tentang perasaannya tentang Luna kepada ayah dan ibunya. " Ini kesempatan bagus untuk cerita ke ayah dan ibu. Mumpung adik lagi di sekolah jadi dia ga mungkin tau soal ini."

Makanan akhirnya datang. Fino pun mengumpulkan keberanian untuk cerita kepada orang tuanya dan bersiap menerima nasihat maupun tertawaan dan ledekan dari orang tuanya. Akhirnya ia telah berani membuka pembicaraan dan menunggu respon dari kedua orang tuanya.

"Ma, Pa, aku mau cerita nih" kata Fino dengan nada ragu ragu. " cerita apa sih No? kok ayah denger kaya ragu ragu gitu?" " ini yah, disekolah tuh ada cewek, namanya Luna, aku tuh lagi suka yah sama dia. Tapi sayangnya kami belum kenal satu sama lain." Fino menjelaskan kepada ayah ibunya. " Cie, anak ibu lagi seneng sama cewek nih, boleh dong dikenalin ke ibu" ibunya meledek Fino dengan nada bercanda. " Ih ibu apaan sih, kenal sama aku aja belum, gimana mau kenalin ke Ibu? " kata Fino. " Biar ayah tebak, kamu pasti mau kenalan sama dia kan? " "Mau sih mau yah, tapi aku masih malu malu ah." " Loh, kalo malu malu kapan kenalannya?" ayahnya protes. Lalu Fino menjawab " ya aku butuh saran dari ayah ibu buat kenalan sama dia, tapi dengan cara selain menghampiri dia dan minta kenalan.". Ibunya terlebih dahulu memberikan saran untuk Fino, " Gini Fin, kalo kamu gak mau pake cara itu, ada cara lain kok." "Apa tuh bu?" Tanya Fino penasaran. " Kamu bisa berbaur dengan teman temannya dan dari situ, pasti ada celah buat kalian untuk kenalan". "Hmm... Gitu ya bu..oke aku akan coba" jawab Fino. "gak itu aja Fin" kata ayah. " Kamu sebagai laki laki harus bisa dong memberanikan diri buat kenalan."

Hati Fino pun lega saat mendengar respon positif dari ayah ibunya. Ayahnya mendukung Fino memberanikan diri untuk berkenalan dengan Luna. Namun jika diingat, Fino benar benar belum berpengalaman masalah berkenalan dengan perempuan yang disukainya, jadi Fino menyingkirkan pilihan itu sebagai pilihan kedua, dan tetap mencari cara mudah untuk mengawali pengalaman pertamanya ini. Fino juga mendapatkan Solusi dari Ibunya. Ia harus bisa berbaur dengan teman teman Luna, supaya bisa berkenalan dengan Luna dengan santai dan tanpa rasa malu. Fino pun merekam kata kata orang tuanya di otaknya dan terus mengingat nasihat, solusi, dan saran dari mereka. Makanan telah habis dan sekarang saatnya untuk pulang ke rumah.


Keesokan harinya pada hari minggu, suasana yang sama seperti kemarin pagi. Sejuknya udara di pagi hari, embun embun di kaca kaca rumah dan mobil masih mengalir kebawah, tetesan embun dari daun daun hijau, dan suara burung yang berkicau menemani indahnya pagi. Fino sendang duduk di halaman rumahnya menikmati secangkir teh panas dengan biskuit, ditemani burung burung yang hinggap di rumput halaman dan langsung pergi terbang kembali ke angkasa.
Fino sedang duduk di teras rumahnya. Dengan lantai yang merah berpetak petak, secangkir teh panas, sebungkus biskuit, halaman rumput tepat didepannya, dan burung burung yang mondar mandir menemani Fino.
Pagi itu Fino masih belum tau apa yang akan dia lakukan. Akhirnya ia memutuskan untuk menghabiskan waktu pagi dengan duduk di depan rumah sambil mengotak atik smartphone-nya.

Setelah dua jam ber santai, ide yang cemerlang menghampiri Fino. Ia teringat oleh gitarnya dan langsung masuk ke dalam dan mengambil gitarnya dari kamar. Fino pun kembali ke teras, kembali pada secangkir teh panas dan biskuit sambil membawa gitarnya. Ia pun menyanyikan lagu lagu kesukaannya. Ia juga suka menulis lagu, sehingga ia kembali ke kamarnya untuk mengambil pena dan kertas untuk menulis lagu. Pagi hari yang sejuk itu meng inspirasi Fino untuk menulis. Walaupun tidak jadi lagu, setidaknya Fino berhasil menuangkan pikirannya ke dalam kertas itu. Selanjutnya Fino mengarang chord gitar untuk mengiringi tulisan pikirannya. Chord demi chord ia coba namun nampaknya belum ada yang berhasil menangkap hati Fino.

Fino pun memutuskan untuk mengembalikan gitarnya ke kamar, mengembalikan pena dan kertas pada tempatnya, dan mencuci gelas bekas tehnya. Ia langsung keluar untuk megambil handuk untuk mandi. Setelah mandi, smartphone Fino berdering. Ada pesan dari temannya, Wanda. Dengan handuk yang masih melingkari tubuh Fino, dan dengan tangan yang telah dikeringkan, ia membaca pesan itu. Ternyata Wanda mengajak Fino untuk kerja kelompok dirumahnya . Fino pun setuju ingin ikut.

         Waktu menunjukan pukul dua siang. Suasana indah nan sejuk di pagi hari berubah menjadi panas terik. Burung burung sudah kembali ke sarangnya, hanya beberapa yang terlihat. Kicauan juga hilang. Terdengar teriakan seorang pedagang gado gado dari kejauhan, suara sepeda motor yang lewat didepan rumah, gonggongan anjing peliharaan tetangga menemani suasana siang itu. Fino mengambil kunci motornya dan langsung menyalakan sepeda motornya, lalu pamit kepada ayah ibunya. " ayah, ibu, aku pergi dulu ya. Mau kerja kelompok di rumah Wanda." "iya nak, hati hati ya dijalan" ibunya menjawab sambil mencuci pakaian. " jangan ngebut ngebut, No.." ayahnya juga menjawab sambil memperbaiki sepeda adiknya yang rusak. " oke yah, bu, Assalamualaikum!" " Waalaikumsalam, No. hati hati" kata kedua orang tuanya.

Siang itu terjadi kemacetan parah. Fino pun tau ia akan terlambat sampai kerumah Wanda. Kemacetan parah, panas terik, suara bising klakson kendaraan yang tiada henti, pengapnya suasana kemacetan itu. Beruntung motor Fino tidak terlalu lebar, sehinggal bisa menyalip diantara mobil mobil. Walaupun begitu, tetap saja ia harus berhenti karena lampu merah. Sesampainya di rumah Wanda, Fino melihat teman temannya yang lain telah mengerjakan tugas mereka masing masing. Fino meminta maaf kepada semuanya karena telat. Disana ada Roni, Dani, Wanda, Zoya

" Halo semua, maaf ya gue telat. Habisnya macet banget tadi dijalan.". " Santai aja kali No, Dani juga baru sampai kok" kata Wanda. " Iya, No. gue juga kena macet tadi. Santai aja" kata Dani. " oke guys gue mulai dari mana nih ngerjainnya?". Wanda dan teman temannya pun bersama memberi tahu Fino harus mulai dari mana, dan apa saja yang harus dikerjakan. Setelah belajar kelompoknya selesai, Fino menghampiri Dani untuk bercakap cakap sejenak. Setelah topik demi topik mereka bicarakan, Fino jadi tau bahwa Dani kenal dengan Luna. Dan Fino juga sedang memikirkan cara untuk basa basi dan meminta Dani untuk mengenalkannya dengan Luna. Akhirnya Fino berhasil dan Dani pun setuju dan bersedia untuk mengenalkan Fino dengan Luna. Namun tidak semudah itu, Fino tidak ingin berkenalan dengan cara menghampiri Luna dan langsung berkenalan. Karena menurut Fino cara itu memerlukan percaya diri dan pengalaman yang cukup tinggi untuk berhasil. Ini merupakan tantangan juga untuk Dani.

Hari senin pun tiba. Pagi ini sangat cerah. Teriknya matahari pagi, keramaian di lapangan, dan bel sekolah yang berbunyi menandakan upacara bendera akan segera dimulai. Satpam mulai menarik pintu gerbang sekolah. Fino pun bergegas ikut masuk kedalam barisan. Sebelum upacara dimulai, Fino melihat Luna jauh disana. Sedang bercanda dengan teman temannya. Kebetulan Dani ada didekat barisan Luna. Dani pun bersiul untuk memberi kode kepada Fino untuk baris didekatnya. Fino pun segera berjalan menyalip nyalip ditengah keramaian lapangan saat itu. Fino pun mendapat tempat didepan Dani dan tepat 2 baris didepan Fino adalah Luna. Dani pun mengisyaratkan Fino untuk maju dan coba basa basi dengan Luna. Tetapi Fino menolak, karena Fino belum siap untuk berbicara langsung kepada Luna.

"No, Luna tuh, Maju gih!" Kata Dani sambil menepuk pundak Fino. "Hah? Ngapain gue maju... Engga ah." Fino menolak. "Ayolah bro, beranikan diri lo" kata Dani membujuk. "Hmm, oke deh...gue coba" kata Fino. Fino pun maju untuk baris disebelah Luna. Saat itu Luna hanya bersikap santai dan mungkin tidak menghiraukan keberadaan Fino disampingnya, karena Luna juga sedang sibuk bercakap dan bercanda dengan teman temannya. Saat itu perasaan Fino tak menentu. Hatinya setengah senang karena berada disebelah Luna, setengah hatinya lagi malu sekaligus ragu. Jantungnya berdetak kencang, keringat mulai bercucuran dari dahinya. Upacara pun berlangsung, dan Fino masih ragu ragu.
Dani tau apa yang sedang dirasakan Fino, ia melihat tangan Fino yang dikepal kencang karena deg degan, Dani langsung menarik Fino kembali ke belakang. "No, lo kenapa sampe gemeteran gitu?" Tanya Dani. "Haduh gue ragu bukan main bro". "Pake acara ragu ragu lagi, sikat aja!" Kata Dani. "Gila lu bro, gue mati gaya disitu" kata Fino. "Lebay lu No, sebagai laki laki, lo itu harus berani!" Kata Dani. "Iya gue tau. Tapi gue bener bener belum siap, Dan!" Kata Fino. " Oke deh, jangan dipaksa, dari pada lo keliatan aneh didepan dia." Kata Dani. Upacara pun selesai dan hati Fino yang tadinya berdetak kencang, sekarang jadi lebih tenang.
Hari itu berjalan seperti biasa. Guru yang asyik menyambut pelajaran pertama, guru yang galak pada pelajaran kedua, tugas tugas yang mengisi keseharian para murid, serta pekerjaan rumah yang menunggu untuk di kumpulkan.

Akhirnya bel sekolah berbunyi menandakan waktu sudah pukul 15.15, waktunya siswa siswi pulang kerumah. Kelas Fino ada di lantai 2. Fino mengenakan jaket hitamnya, menggemblok tas hitamnya, dan bersiap untuk pulang. Saat dia berada di tangga hendak turun, ia berpapasan dengan Luna. Luna sedang berjalan menaiki tangga. Tak sengaja tatapan Fino bertemu dengan tatapan mata Luna. Fino mendadak terpesona waktu itu. Hatinya berbunga bunga, jantungnya berdetak kencang, pipinya mendadak merah, dan untuk kedua kalinya rahangnya terkunci saat ingin menyapa. Tentunya karena melihat Luna dari jarak dekat . Luna hanya melihat Fino beberapa detik saja, dan langsung segera naik keatas. Akhirnya Fino turun dan bergegas pulang. Perasaan senangnya berlanjut hingga ia sampa di rumah. Sepanjang jalan, ia membayangkan pemandangan indah yang baru saja ia lihat tadi disekolah.

Luna sedang berada di dalam kelasnya yang ramai. Teman temannya belum berniat untuk pulang. Saat itu Luna tiba tiba ingat dengan Fino. Bukan karena ia suka, namun karena ia bingung. Beberapakali ia mendapatkan Fino sedang menatapnya dari jauh. Setengah hatinya merasa aneh karena merasa diperhatikan diam diam oleh orang yang belum begitu dikenalnya, setengah hatinya merasa senang karena ia tahu ada seseorang yang suka memperhatikannya secara diam diam. Saat itu Luna segera menceritakan apa yang ada di pikirannya mengenai Fino kepada sahabatnya, Oliv. Oliv adalah teman dekat Luna sejak SMP. Kebetulan tahun ini Luna dan Oliv ditempatkan di kelas yang sama. "Liv, gue mau cerita deh...". " Mau cerita apa Lun?" Oliv bertanya penasaran. " ini Liv, ada orang yang sering banget ngeliatin gue" "hah? Orang jahat? Lo liat dimana?" kata Oliv. "bukan orang jahat, itu loh si Fino!" kata Luna. "hah? Ngapain Fino ngeliatin lo?" "ya gue juga nggak tau Liv.". "halah, mungkin perasaan lu aja kali Lun, jangan ke PD-an lah." Jawab Oliv. "tapi dia

selalu buang muka pas gue liatin balik ". "mungkin dia suka sama lu kali..." kata Oliv. "ih apaan sih.." kata Luna. " bilang aja lo suka diliatin cowok! Iya kan?" kata Oliv sambil mengejek Luna. " hahaha engga gitu juga kali Liv". " tenang aja, Fino anak baik baik kok. Gue kenal sama dia". " oke oke. Udah ah, pulang yuk!" ajak Luna. " Ayo pulang". Akhirnya Luna segera merapihkan tasnya, mengenakan jaket hijaunya, dan bergegas pulang bersama dengan Oliv.

Keesokan harinya pada hari Selasa. Hari itu Fino di tegur oleh Pak Wayan guru fisikanya disekolah, karena nilai ulangannya jarang mendapatkan nilai yang bagus. " Fino, kamu harus lebih banyak belajar lagi ya, supaya nilai kamu bisa naik. Kamu mau nilai fisika segini segini aja?" kata Pak Wayan. " iya pak, saya akan belajar fisika lebih sering lagi" kata Fino. "nah gitu dong. Kalau perlu, kamu ikut kursus saja.". "iya pak nanti saya sampaikan ke orang tua." Kata Fino. Hari itu bukan hanya Fino saja yang di tegur oleh Pak Wayan. Roni pun juga di tegur Pak Wayan.

Jam istirahat pun tiba. Fino dan Roni saling mencari satu sama lain untuk menceritakan teguran dari Pak Wayan tadi. " Eh Ron! Lu kena tegur juga dari Pak Wayan?", "iya No, lo juga kan?" Tanya Roni. " iya gue juga kena. Dia bilang gimana ke lu?" Tanya Fino. "ya dia nyuruh gue ngambil kursus fisika. Lo gimana? " Roni bertanya kembali. " iya sama, gue juga disuruh kursus fisika. Lo tau tempat kursus yang bagus ga?" Fino bertanya. " waduh gue kurang tau No. Pulang sekolah kita cari tempat kursus yuk?" ajak Roni. "wah kalo hari ini gue gabisa. Gue ada ekstrakulikuler nanti. Gimana kalo besok aja?" ajak Fino. "oke besok, gue setuju".
Hari itu, kegiatan belajar mengajar berjalan lancar. Hingga akhirnya jam yang di tunggu tunggu semua murid pun datang juga, jam pulang sekolah. Fino langsung merapihkan buku bukunya dan memasukannya kedalam tas. Ia langsung bergegas menuju ruang musik untuk menghadiri ekskul Band. Dani juga turut hadir disana. Ditengah latihan, Fino sedang memasang senar gitar, saat itu Dani datang menghampiri untuk membantu. Saat itu Fino langsung teringat akan usul Pak Wayan untuk mengikuti kursus fisika. Fino langsung bertanya kepada Dani. " Dan, lu tau tempat kursus fisika nggak?" " oh gue tau tempat bimbel yang bagus No. kenapa? Lo lagi nyari tempat kursus?" Dani bertanya. "iya nih, gue tadi ditegur Pak Wayan gara gara nilai gue jarang jarang dapet bagus." Kata Fino. "hahaha lo kurang belajar kali!" kata Dani. "hahaha bisa jadi. Eh ngomong ngomong dimana tempat bimbelnya?" Fino penasaran. "namanya Mercubuaya. Kalo beneran mau ikut, besok nanti gue anterin kesana buat daftar. Gimana? Mau nggak?" Dani menawarkan kepada Fino. " ok, gue telfon ortu dulu deh". Fino menelpon ibunya untuk memberi tahu tentang informasi dari Dani mengenai Mercubuaya. Ibunya pun setuju dan Fino di izinkan ikut kursus disana. Hari itu juga pada saat selesai ekskul band, mereka langsung bergegas menuju Mercubuaya untuk pendaftaran Fino. Fino mendapatkan jadwal hari Rabu, bersamaan dengan Dani.

Keesokan harinya pada hari Rabu. Roni menghampiri Fino di mejanya. Ia bertanya tentang kursus fisika. " No, lo dibolehin kursus?" " boleh kok Ron, malah gue udah daftar di Mercubuaya kemarin bareng Dani. Lu gimana? Dibolehin?" kata Fino. " iya gue dibolehin. Tapi sayangnya gue udah di daftarin di Sumarsokin kemarin. Gabisa barengan dah" kata Roni. Percakapan mereka dipotong oleh suara bel menandakan pelajaran pertama akan dimulai. Kegiatan belajar mengajar pun berjalan lancar. Saat pulang sekolah, Fino dan Dani langsung melesat ke Mercubuaya mengingat ini hari pertama Fino disana, dan Fino tidak ingin telat. Ternyata disana Fino bertemu teman sekolahnya yang kebetulan kursus disana juga, Oliv. Pelajaran pun dimulai. Jadwal hari itu adalah pelajaran Matematika. Kelas yang berisi 9 anak itu sangat tenang. Tidak ada suara orang lain melainkan suara tutor yang sedang mengajar. Ada satu kursi yang masih kosong tepat disebelah Fino. Tiba tiba terdengar suara ketukan pintu. Fino langsung menoleh kearah pintu. Tutornya mempersilahkan orang itu untuk masuk. Fino mengamati orang itu dari kaki hingga kepala, dan ia kaget bukan main, jantungnya mendadak berdetak kencang, dan tatapannya terpana pada orang itu. Ternyata tanpa disangka,diluar dugaan Fino, orang itu adalah Luna. Wanita cantik yang sering ia perhatikan secara diam diam disekolah. Luna meminta maaf kepada tutornya karena datang terlambat, dan langsung duduk tepat di kursi yang kosong disebelah Fino. Fino dilanda perasaan tidak percaya akan keadaan, dilanda perasaan senang, bibirnya seperti ingin tersenyum lebar namun tetap ia tahan. Saat itu Luna juga melihat kearah Oliv dengan wajah bingung seakan ingin bertanya " Kenapa ada Fino disini?". Setelah pelajaran selesai, Fino langsung menghampiri Dani dan ber bisik " Kenapa lu nggak bilang kalau Luna kursus disini juga?" tanya Fino. "hahaha ini sebagai kejutan buat lo No! gue tau, lo seneng kan Luna kursus disini juga?".

Hari demi hari ia tekuni kursus disana. Penyemangat belajar tentu saja karena ada Luna. Sang wanita yang selalu memukau Fino secara tidak langsung. Lama kelamaan, mereka saling kenal satu sama lain. Fino dan Luna juga mulai menyapa satu sama lain di sekolah. Sekarang Fino tidak perlu memperhatikan Luna secara diam diam lagi. Karena mereka sudah saling kenal, maka berbicara tatap mata sudah bukan hal baru bagi mereka berdua. Dari situ lah Fino mulai mendekati Luna secara perlahan. Mengingat Fino belum terlalu berpengalaman, ia harus hari hati mengambil langkah. Luna pun menyambut Fino dengan tangan terbuka dan perlahan hubungan mereka makin dekat. Tinggal menunggu keberanian Fino mengungkapkan perasaan yang sudah ia pendam sekian lama, kepada Luna.

Menurutmu, Luna bakal peka gak sih? Apa Fino berani mengungkapkan perasaannya? Gimana ya hubungan mereka kedepannya? Tunggu cerpen gue selanjutnya yaa! -Vito Adrian Rumampuk

© Copyright 2016 Rumampuk's (vitoadranr at Writing.Com). All rights reserved.
Writing.Com, its affiliates and syndicates have been granted non-exclusive rights to display this work.
Log in to Leave Feedback
Username:
Password: <Show>
Not a Member?
Signup right now, for free!
All accounts include:
*Bullet* FREE Email @Writing.Com!
*Bullet* FREE Portfolio Services!
Printed from https://www.writing.com/main/view_item/item_id/2106470-Kejutan-Tak-Terduga